Misteri Dibalik Layar: "Selamat Jalan Mudhoiso."


Misteri di Balik Layar

Tak heran ia memiliki nama Suzana. Ia cantik dengan mata gemerlap seperti bintang kejora. Ia memang cantik dan gemulai, hampir tak ada bedanya dengan Suzana, bintang legenda kita di dunia layar lebar. Hanya fungsi yang membedakan mereka: Suzana yang dicintai setengah mati oleh Sonny adalah seorang Inspektur, punya jabatan bagus dan anak buah yang cukup banyak. Telah berkecimpung dalam dunia penangkapan para penjahat dalam berbagai bentuk, pembunuhan, penculitan, perampokan bahkan pelecehan seksual. Sedangkan Suzana, si bintang legenda adalah seorang artis layar lebar yang sukses dan telah menelorkan ratusan film dalam kurun waktu yang relatif singkat.

Suzana menjadi Inspektur karena keinginan ayahnya, pak Sardono, yang dulunya gagal menjadi seorang Inspektur karena ternyata ia memiliki cacat mental: ia beremosi tinggi dan bila sudah marah ia akan mampu melabrak siapa saja, sekali pun itu atasannya. Jadilah ia memilih Suzana, si cantik anak semata wayang untuk menjadi apa yang diinginkannya dulu  -- seorang Inspektur yang handal. Dan Suzana sudah memenuhi keinginannya.

Karena seringnya Suzana menonton pagelaran Wayang Orang BlogCamp Budhoyo, akhirnya ia jatuh cinta pada anak wayang, Sonny yang tak lain adalah Mudhoiso. Kegantengan Mudhoiso menjadikan cinta Suzana kepadanya lebih besar ketimbang cinta Mudhoiso kepadanya. Kebesaran cinta Suzana mampu menumbuhkan kecemburan yang luar biasa terhadap Rikmo, artis panggung yang selalu menjadi partner Mudhoiso dalam pagelaran pewayangan. Rikmo tahu bahwa Mudhoiso adalah kekasih Suzana dan Mudhoiso sangat mencintai Suzana. Namun ia pantang menyerah dan selalu berusaha menarik perhatian Mudhoiso.

"Tak ada tempat lagi dihatiku bagimu, Rikmo.", begitu suatu kali ketika Rikmo berusaha untuk mengorek isi hati Madhoiso.

"Cintaku sudah sepenuhnya milik Suzana. Kami akan segera menikah."

Deeeg.......glegeeeeeer.........hati Rikmo seperti disambar petir. Gelegar guntur mungkin masih bisa ia tahankan dengan menutup kedua telinganya. Tetapi halilintar dan petir yang tiba-tiba ini tanpa bisa ia hindari telah membakar seluruh jiwa raganya. Hancur sudah harapannya untuk menjadi pendamping Mudhoiso yang selama ini menjadi dambaan hatinya. Ia menjadi bersemangat di pewayangan adalah karena Mudhoiso. Ia menjadi pemeran Arjuna dalam pewayangan juga atas anjuran dan dukungan Mudhoiso. Semua ini ia ibaratkan bahwa Mudhoiso sangat, sangat mencintai dirinya juga. Namun, semua itu hanya perkiraan yang kosong belaka. Hatinya kini hampa. Pedih dan sakit sekali. Patah arang sudah. Ia bertekad untuk menghilangkan penyebab penyakit ini. Penyakit hati yang tiada obatnya ini. Bukan sakit yang ia pikirkan sebenarnya, tetapi penyebab penyakit itu: Mudhoiso. Ya Mudhoiso penyebab semua ini.

"Tunggu Mudhoiso. Tunggu! Aku tidak akan tinggal diam!" jerit Rikmo dalam hati.

Sebagai seorang artis pewayangan pastilah ia sudah mumpuni menyembunyikan rasa kecewa dan sakit hati itu. Mudhoiso pun tak pernah menaruh curiga sedikitpun ketika pagelaran dimulai.

Kali ini pun Suzana menyempatkan diri untuk menonton aksi peran kedua bintang kumpulan Wayang Orang BlogCamp Budhoyo itu. Mereka berdua - Mudhoiso - Rikmo terkenal sebagai pasangan yang serasi di pewayangan yang memerankan Cakil dan Arjuna.Yang satu ganteng dan yang satunya lagi cantik, ayu, lemah gemulai.

Tapi rupanya kecemburan telah memporak-porandakan kepercayaan Suzana pada Mudhoiso. Melihat keakraban dan keserasian mereka berdua, rasa membahana dalam dada Suzana dibarengi dengan sebuah umpatan kecil pun mengalir bak lahar panas merayap didataran:

"Awas kau Sonny. Kau telah menghianati aku......... Lihat saja nanti!" 

Suzana pun segera menyelinap kebelakang panggung, masuk ke ruang peralatan tanpa halangan. Mereka semua mengenalnya sebagai calon isteri Mudhoiso. Ia hafal betul dimana peralatan pewayangan diletakkan. Ia tahu betul bahwa atraksi nanti akan disertai sebuah adegan dimana keris yang dipegang oleh Mudhoiso akan dihunjamkan ke dada Rikmo.

"Mati kau, Rikmo." gumamnya perlahan.

 Ia pun mengeluarkan sesuatu dari sakunya dengan kecepatan yang luar biasa. Entah apa yang telah ia lakukan. Namun setelah itu ia tersenyum. Puas. Ia pun kembali mengambil tempat duduk yang tadi ia tinggalkan dideretan bangku paling depan.

"Kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan aku akan mudah melompat ke panggung!" bisiknya perlahan.

Adegan demi adegan berjalan dengan indahnya diiringi tepuk riuh para penontoh, termasuk Suzana. Matanya nyalang memandangi keris yang sedang digenggang oleh Mudhoiso.

"Cepat hunjamkan, cepaat... Sonny... hunjamkan ke dada Rikmo!", teriak bathinnya.

Dengan lincahnya Rikmo mengelebatkan selendangnya ketika keris itu hampir saja menyentuh tubuhnya. Secepat kilat, ia menangkap tangan Mudhoiso dan mengarahkan keris ke tubuh Mudhoiso. Diputarnya lengan itu sehingga membalik kearah dada Mudhoiso. Dan...........dengan kekuatan yang dimiliki Rikmo, entah kekuatan apa, Rikmo pun menorehkan dengan sekuat tenaga keris itu ke tubuh Mudhoiso. Sreeeett..............Mudhoiso jatuh terkapar..........lehernya bersimbah darah. Layarpun turun diiringin tepuk penonton yang membahana.

Suzana menanti dengan hati dag-dig-dig apa yang akan terjadi pada detik selanjutnya.

Lolongan jerit yang sambung menyambung dari orang-orang dibalik layar menjadikan  teriakan dalam satu suara:

"Ya ampuun, benar-benar mati dia!. Kasihan Mudhoismo. Koq bisa ya?" orang-orang itu bertanya tanpa ada yang bisa menjawabnya.

Dengan kesigapan yang penuh Suzana melompat beserta anak buahnya melihat apa yang terjadi.

Rikmo dengan mata nyalang memandang Suzana sementara Suzana memberi kode kepada anak buahnya untuk memborgol Rikmo. Tanpa perlawanan.

Ketika Rikmo mendekati Suzana, Rikmo berbisik:

"Selamat jalan, Mudhoismo! Puas kau? Kalau aku tidak bisa memilikinya, tidak juga kau!"

Rikmo berlalu dengan senyum sinisnya.

Suzana berjalan dengan lunglai. Bukan ini yang diinginkannya. Ia inginkan Mudhoiso menikam ulu hati Rikmo hingga ia terkapar.  Ia telah menambahkan sesuatu yang bisa mematikan diujung keris itu. Kalau saja ia tidak menambahkannya diujung keris itu, nyawa Mudhoiso pasti masih bisa diselamatkan. Dan Rikmo tidak harus mendekam di sel.

"Maafkan aku Rikmo." Suzana bergumam seolah buat dirinya sendiri.


Postingan ini diikut-sertakan dalam Give-Away BlogCamp





Comments

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat
    Akan dicatat sebagai peserta
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
  2. jiah al jafara, cinta emang aneh tapi assyyiiiik. Makasih kunjungannya ke blog bunda. Met beraktifitas.

    ReplyDelete
  3. Pakdhe Cholik, makasih kunjungan pakdhe disini. Salam hangat juga dari Pamulang, bertambah hangat nih karena kita udah punya cucu online ya a baby-boy dari Jumia Lely Bukit.

    ReplyDelete
  4. cinta memang bs membutakan hati utk bbrp orang ya bun..

    semoga sukses ikutan GAnya ya :)

    ReplyDelete
  5. cinta memang bs membutakan hati utk bbrp orang ya bun..

    semoga sukses ikutan GAnya ya :)

    ReplyDelete
  6. Serem membayangkannya.. harus membunuh kekasih sendiri akibat cemburu buta.. Hiksss ngenes banget

    ReplyDelete
  7. aahh ternyata kematian mudhoiso benar2 gara2 cinta, ya bunda..hihi.

    ReplyDelete
  8. cinta oh cintaaaahh.. :'( semoga sukses GA nyah.

    salam damai, :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ada Apa Dengan Panggilan Bunda?

Khasiat Serai Merah

Eratnya Ikatan Kekeluargaan Itu