Kenapa Harus Takut Menikah Tanpa Cinta

ODOP Juli-17, Hari ke-9 Tema: Kisah Hidup Paling Menantang.

Source: Pixabay
 Ya, kenapa harus takut menikah tanpa cinta, kalau ini adalah sebuah keterpaksaan yang harus aku lakukan sebagai pengabdianku kepada ayahku tercinta, dan menenangkan hati ibu yang merawatku hingga aku berusia 28 tahun, mengapa tidak?  Beliau telah menjadi pengganti ibu seperti mama kandungku sendiri sejak aku berusia 8 tahun. Beliau telah mendampingi ayahku lebih dari tigapuluhenam tahun dengan penuh suka dan duka, hingga akhir hayat ayahku pada tahun 1967. Namun hingga puluhan tahun kemudian, beliau tetaplah menjadi seorang ibu bak ibu kandung bagiku dan kakak-kakakku.


Aku mengatakan sebuah keterpaksaan? Benar sekali, karena ketika ayahku dalam keadaan sakit parah   beliau meminta aku untuk segera menikah. Beliau akan tenang bila meninggalkanku dengan seorang pendamping yang bisa bertanggung jawab untuk diriku -- aku ternyata, katanya, anak kesayangan ayahku, karena aku adalah satu-satunya puteri yang berhasil menapaki jenjang bangku kuliah. Yeeeaayyy...


Menikah dengan pria yang sama sekali tidak aku cintai adalah merupakan tantangan yang berat buatku saat itu. Bisakah pernikahanku dengan dia berlanjut? Langgeng? Di satu sisi aku harus mengabulkan permintaan ayahku, di lain pihak aku tidak mencintainya, tapi dia mencintaiku.  Tantangan itu harus aku hadapi dengan tulus dan ikhlas. Bagiku, tak ada sesuatu yang akan berbuah buruk karena permintaan seorang ayah. Alhasil aku pasrah pada keinginan ayah.

Siapa calonku? Tak pernah tebersit dalam pikiranku untuk menikah di usia 28 tahun. Kenapa? Karena aku belum punya kekasih serius yang akan melamarku.  Tapi ayahku memintaku untuk segera menikah. Keadaannya semakin parah saja.  Jatuhlah pilihanku pada seorang kawan akrab, yang selama waktu kami berkenalan aku pikir kawan akrabku ini tertarik pada adikku, gak tahunya dia naksir aku. Ada juga rasa bangga di hatiku karena telah menjadi pilihannya di antara sekian juta wanita yang lebih cantik. Aamiin.

Dokpri

Singkat cerita demi meluluskan permintaan ayahku dengan nekat aku perkenalkan dia kepada ayah. Di depan ayahku yang sudah tidak mampu lagi duduk, dia melamarku, awal Mei tahun 1967.Dua hari kemudian setelah itu kami menikah dengan penuh kesederhanaan di hadapan ayahku, kerabat terdekat, sahabat-sahabat dari  Jakarta, Pak Penghulu meresmikan kami sebagai suami isteri.  Tidak terbayangkan akan seperti apa kehidupanku ke depannya, menikah dengan seseorang yang asal tembak aku jadikan suamiku. Tak apa, aku ikhlas, demi ayahku.

Apalagi keikhlasan itu berbuah manis karena 4 hari setelah kami menikah, ayahku meninggalkan kami semua dengan penuh ketenangan. Aku mengusap dada penuh syukur karena dengan ikhlas dan ridho telah memenuhi keinginan ayah. Menikah. Pria itu ternyata seorang laki-laki yang soleh dan penuh cinta. Aku sangat beruntung berjodoh dengannya. Aamiin.

Seiring berjalannya waktu pertanyaan Kenapa Harus Takut Menikah Tanpa Cinta itu terjawab. Dengan do'a dan harapan semoga Allah  menumbuhkan benih kehangatan di hatiku pun di jabahNya. Kenekatan yang diiringi keridhoan mulai membuahkan rasa bahagia dalam diriku. Aku jatuh sayang padanya karena kecintaannya padaku, pada ibu dan adik serta kakak-kakakku.

So, nekat menikah karena rasa ikhlas, memuluskan rasa cinta suamiku dan kehangatan sayang dariku. Hingga kolaborasinya, hehe...memberikan aku kekayaan lima orang putera puteri, walaupun sekarang hanya tinggal tiga orang saja anak-anakku yang perempuan. Pada akhirnya cinta itu datang juga. Pada pernikahanku yang ke-22 aku benar-benar jatuh cinta padanya. Dan aku tidak akan bisa melupakan betapa besar cintanya untukku dan untuk anak-anakku. Semoga dia beristirahat dengan tenang di sisiNya.

Sang pahlawan meninggalkan kami semua di usia anak-anakku sudah mapan, sehingga kini sekalipun aku seorang pensiunan yang tak bergaji, tempaan kasih sayang dan cinta kami telah membuat mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang sarat dengan perhatian dan bertanggung-jawab terhadap orangtua yang hanya tinggal satu-satunya ini.


Hikmah yang bisa dipetik dari kisahku hanya satu:  Keikhlasan kita kepada orangtua dengan meluluskan permintaannya telah menelurkan satu balasan yang tak terduga dari Allah: kepedulian anak-anakku  terhadapku ketika aku sudah pensiun. Alhamdulillah, Ya, Allah.




Comments

  1. Replies
    1. Ya, ampuuun...puteriamirillis, kemana aja, lm bngt gak nyapa2 bunda. Alhamdullah pg ini bunda liat komentar ini, seneng ketemu di sini. Mksh ya pujiannya. Sampe skrng msh cantik, kan? Hehe #GeeR.

      Delete
  2. Ya Allah, bacanya ikut bahagia.. bunda, semoga sehat selalu...mamah sama bapak aku duluu dijodohkan, alhamdulillah masih sampai sekarang ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, Cristina. Memang cinta blm tentu menjamin kelanggengan sebuah pernikahan. Salam buat mahpah Suciati Cristina, ya. Mksh kunjungannya.

      Delete
  3. Suami bunda tampan sekali... Pantas aja bangga..apalagi orangnya baik... Mau ditembak jadi suami hahaahha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dia seneng banget ditembak ma bunda waktu itu coz dia cintrong mati ma bunda, hahaha....#dooobangga udah jadi yang tercantik sedunia dipilih pria ganteng. Makasih kunjungan Nova ke blog bunda.

      Delete
  4. Luar biasa ya, Bunda kisah cinta zaman baheula. Tanpa cinta di awalpun, sebagian besar bertahan hingga akhir. Seperti juga dialami kakek-nenekku. Baidewei...suka banget lihat foto Bunda berkain dan kebaya, singset dan rapiiiii banget.

    ReplyDelete
  5. Bunda, di zaman itu usia 28 tahun udah dipandang telat menikah lho. Mungkin itu alasan ayahnya Bunda menginginkan anaknya segera menikah. Alhamdulillah jodohnya lelaki yang sholeh

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ada Apa Dengan Panggilan Bunda?

Khasiat Serai Merah

Eratnya Ikatan Kekeluargaan Itu